Sebenarnya
aku paling malas kalau disuruh ibu. Tetapi aku takut dosa bila melawan perintah
ibu, maka aku selalu menuruti perintah ibu dengan berat hati dan berat langkah.
Seperti yang terjadi pada suatu siang yang terik. Sepulang sekolah, aku tiduran
di kamar dengan pakaian santai dan majalah di tangan.
Tiba-tiba
ibu menyuruhku mengantar uang arisan ke rumah Bu RT. Sekali panggil, aku diam
saja. Kedua kalinya aku hanya menjawab, "Ya, Bu," tanpa beranjak dari
tempat tidur. Ketika ketiga kalinya ibu memanggil dengan agak marah. Aku
cepat-cepat mengganti kaos tank top dan celana pendek dengan kaos lengan
panjang dan celana panjang. Buru-buru aku lari menemui ibu dan menyambar amplop
di meja.
"Enggak salah, Di?" tanya Bu RT dengan menahan tawa.
"Uangnya kurang, Bu?" aku balik bertanya dengan heran.
"Bukan uangnya, Di, tetapi bajumu itu lho…, kok terbalik begitu?" kata Bu RT sambil tertawa.
Aku segera memeriksa bajuku. "Ya, Tuhan…benar kaosku terbalik," sebenarnya enggak terlalu terlihat kalau kaos biasa. Tetapi aku menggunakan kaos kebesaran yang telah aku kecilkan sehingga jahitannya tampak besar sekali. Duh …, malunya!
"Enggak salah, Di?" tanya Bu RT dengan menahan tawa.
"Uangnya kurang, Bu?" aku balik bertanya dengan heran.
"Bukan uangnya, Di, tetapi bajumu itu lho…, kok terbalik begitu?" kata Bu RT sambil tertawa.
Aku segera memeriksa bajuku. "Ya, Tuhan…benar kaosku terbalik," sebenarnya enggak terlalu terlihat kalau kaos biasa. Tetapi aku menggunakan kaos kebesaran yang telah aku kecilkan sehingga jahitannya tampak besar sekali. Duh …, malunya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar